Keserakahan dan kekejaman VOC
Keserakahan dan
Kekejaman VOC
Pada tahun 1614
Pieter Both digantikan oleh Gubernur Jenderal Gerard Reynst
(1614-1615).
Baru berjalan satu tahun ia digantikan gubernur jenderal yang
baru yakni
Laurens Reael (1615-1619). Pada masa jabatan Laurens Reael ini
berhasil
dibangun Gedung Mauritius yang berlokasi di tepi Sungai Ciliwung.
Orang-orang
Belanda yang tergabung dalam VOC itu memang cerdik. Pada
awalnya mereka
bersikap baik dengan rakyat. Hubungan dagang dengan
kerajaan-kerajaan
yang ada di Nusantara juga berjalan lancar. Bahkan,
sewaktu
orang-orang Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Pieter
Both diizinkan
oleh Pangeran Wijayakrama untuk membangun tempat
tinggal dan
loji di Jayakarta. Sikap baik rakyat dan para penguasa setempat
ini
dimanfaatkan oleh VOC untuk semakin memperkuat kedudukannya di
Nusantara. Lama
kelamaan orang-orang Belanda mulai menampakkan sikap
congkak, dan
sombong.
Setelah
merasakan nikmatnya tinggal di Nusantara/Indonesia dan menikmati
keuntungan yang
melimpah dalam berdagang, Belanda semakin bernafsu
ingin menguasai
Indonesia. Untuk memenuhi nafsu serakahnya itu, VOC
sering
melakukan tindakan pemaksaan dan kekerasan terhadap kaum
pribumi. Hal
ini telah menimbulkan kebencian rakyat dan para penguasa
lokal. Rakyat
dan para penguasa lokal tidak mau diperlakukan semena-mena
oleh VOC. Oleh
karena itu, tidak jarang menimbulkan perlawanan dari rakyat
dan penguasa
lokal. Sebagai contoh pada tahun 1618 Sultan Banten yang
dibantu tentara
Inggris di bawah Laksamana Thomas Dale berhasil mengusir
VOC dari
Jayakarta. Orang-orang VOC kemudian menyingkir ke Maluku.
Setelah VOC
hengkang dari Jayakarta, pasukan Banten pada awal tahun
1619 juga
mengusir Inggris dari Jayakarta. Dengan demikian, Jayakarta
sepenuhnya
dapat dikendalikan oleh Kesultanan Banten.
Pada tahun 1619
Gubernur Jenderal
VOC Laurens
Reael digantikan oleh
Gubernur
Jenderal Jan Pieterzoon Coen
(J.P. Coen).
J.P. Coen dikenal gubernur
jenderal yang
berani dan kejam serta
ambisius. Oleh
karena itu, merasa
bangsanya
dipermalukan pasukan
Banten dan
Inggris di Jayakarta, maka
J.P. Coen
mempersiapkan pasukan
untuk menyerang
Jayakarta. Armada
angkatan laut
dengan 18 kapal
perangnya
mengepung Jayakarta.
Jayakarta
akhirnya dapat diduduki
VOC. Kota
Jayakarta kemudian
dibumihanguskan
oleh J.P. Coen pada
tanggal 30 Mei
1619. Di atas puingpuing
kota Jayakarta
itulah dibangun
kota baru
bergaya kota dan bangunan
di Belanda.
Kota baru itu dinamakan
Batavia sebagai
pengganti nama
Jayakarta.
J.P. Coen
adalah gubernur jenderal yang ambisius untuk menguasai
berbagai
wilayah di Indonesia. Ia juga dapat dikatakan sebagai peletak dasar
penjajahan VOC
di Indonesia. Disertai dengan sikap congkak dan tindakan
yang kejam,
J.P. Coen berusaha meningkatkan eksploitasi kekayaan bumi
Nusantara untuk
keuntungan pribadi dan negerinya. Cara-cara VOC untuk
meningkatkan
eksploitasi kekayaan alam dilakukan antara lain dengan:
1) Merebut
pasaran produksi pertanian, biasanya dengan memaksakan
monopoli,
seperti monopoli rempah-rempah di Maluku;
2). Tidak ikut
aktif secara langsung dalam kegiatan produksi hasil pertanian.
Cara
memproduksi hasil pertanian dibiarkan berada di tangan kaum
pribumi, tetapi
yang penting VOC dapat memperoleh hasil-hasil
pertanian itu
dengan mudah, sekalipun harus dengan paksaan;
3). VOC selalu
mengincar dan berusaha keras untuk menduduki tempattempat
yang memiliki
posisi strategis. Cara-cara yang dilakukan, di
samping dengan
kekerasan dan peperangan, juga melakukan politik
adu domba;
Sumber: https://www.google.com./
search=JP+Coen (17-10-2015)
4). VOC
melakukan campur tangan (intervensi) terhadap kerajaankerajaan
di Nusantara,
terutama menyangkut usaha pengumpulan
hasil bumi dan
pelaksanaan monopoli, serta melakukan intervensi
dalam
pergantian penguasa lokal;
5).
Lembaga-lembaga pemerintahan tradisional/kerajaan masih tetap
dipertahankan
dengan harapan bisa dipengaruhi/dapat diperalat,
kalau tidak mau
baru diperangi;
Cara-cara
seperti monopoli, intervensi dan politik adu domba itu kemudian
menjadi
kebiasaan VOC dan pemerintah kolonial Belanda dalam melestarikan
penjajahannya
di Indonesia.
Setelah
berhasil membangun Batavia dan meletakkan dasar-dasar penjajahan
di Nusantara,
pada tahun 1623 J.P. Coen kembali ke negeri Belanda. Ia
menyerahkan
kekuasaannya kepada Pieter de Carpentier. Tetapi oleh
pimpinan VOC di
Belanda, J.P. Coen diminta kembali ke Batavia. Akhirnya
pada tahun 1627
J.P. Coen tiba di Batavia dan diangkat kembali sebagai
Gubernur
Jenderal untuk jabatan yang kedua kalinya. J.P. Coen semakin
congkak dan
kejam dalam menjalankan kekuasaannya di Nusantara. Berbagai
bentuk tindakan
kekerasan, tipu muslihat dan politik devide et impera terus
dilakukan.
Rakyat pun semakin menderita. Pada masa jabatan yang kedua
J.P. Coen ini
pula terjadi serangan tentara Mataram di bawah Sultan Agung
ke
Batavia.(akan dibahas pada bab II).
Batavia
senantiasa memiliki posisi yang strategis. Batavia dijadikan markas
besar VOC.
Semua kebijakan dan tindakan VOC di kawasan Asia dikendalikan
dari markas
besar VOC di Batavia. Selain itu Batavia juga terletak pada
persimpangan
atau menjadi penghubung jalur perdagangan internasional.
Batavia menjadi
pusat perdagangan dan jalur yang menghubungkan
perdagangan di
Nusantara bagian barat dengan Malaka, India, kemudian
juga
menghubungkan dengan Nusantara bagian timur. Apalagi Nusantara
bagian timur
ini menjadi daerah penghasil rempah-rempah yang utama,
maka posisi
Batavia yang berada di tengah-tengah itu menjadi semakin
strategis dalam
perdagangan rempah-rempah.
» Tahukah kamu, apa yang
dimaksud politik devide et impera?
bagaimana praktiknya yang dilakukan VOC, sehingga daerah
kekuasaan VOC bertambah luas. Jelaskan secara logis dan
sistematis!
VOC semakin
bernafsu dan menunjukkan keserakahannya untuk menguasai
wilayah
Nusantara yang kaya rempah-rempah ini. Tindakan intervensi
politik terhadap
kerajaan-kerajaan di Nusantara dan pemaksaan monopoli
perdagangan
terus dilakukan. Politik devide et impera dan berbagai tipu
daya juga
dilaksanakan demi mendapatkan kekuasaan dan keuntungan
sebesar-besarnya.
Sebagai contoh, Mataram Islam yang merupakan kerajaan
kuat di Jawa
akhirnya juga dapat dikendalikan secara penuh oleh VOC.
Hal ini terjadi
setelah dengan tipu muslihat VOC, Raja Pakubuwana II yang
sedang dalam
keadaan sakit keras dipaksa untuk menandatangani naskah
penyerahan
kekuasaan Kerajaan Mataram Islam kepada VOC pada tahun
1749. Tidak
hanya kerajaan-kerajaan di Jawa, kerajaan-kerajaan di luar Jawa
berusaha
ditaklukkan.
Untuk
memperkokoh kedudukannya di Indonesia bagian barat dan
memperluas
pengaruhnya di Sumatera, VOC berhasil menguasai Malaka. Hal
ini terjadi
setelah VOC mengalahkan saingannya, yakni Portugis pada tahun
1641.
Berikutnya VOC berusaha meluaskan pengaruhnya ke Aceh. Kerajaan
Makassar di
bawah Sultan
Hasanuddin yang
tersohor
di Indonesia
bagian timur
juga berhasil
dikalahkan
setelah terjadi
Perjanjian
Bongaya tahun
1667. Dari
Makasar VOC
juga berhasil
memaksakan
kontrak dan
monopoli
perdagangan dengan
Raja Sulaiman
dari Kalimantan
Selatan.
Pelaksanaan monopoli
di kawasan ini
dilaksanakan
melalui
Pelayaran Hongi.
» Apa yang dimaksud
dengan Pelayaran
Hongi? Bagaimana
pelaksanannya
sehingga keuntungan
tetap jatuh di tangan
VOC? Coba jelaskan!
Pengaruh dan
kekuasaan VOC semakin meluas. Untuk mempertahankan
kebijakan
monopoli di setiap daerah yang dipandang strategis, maka
armada VOC
diperkuat. Benteng-benteng pertahanan dibangun. Sebagai
contoh Benteng
Doorstede dibangun di Saparua, Benteng Nasau di Banda,
di Ambon sudah
ada Benteng Nieuw Victoria, Benteng Oranye di Ternate,
dan Benteng
Rotterdam di Makasar.
VOC juga
memperluas pengaruhnya sampai ke Irian/Papua yang dikenal
sebagai wilayah
yang masih tertutup dengan hutan belantara yang begitu
luas.
Penduduknya juga masih bersahaja dan primitif. Orang Belanda yang
pertama kali
sampai ke Irian adalah Willem Janz. Bersama armadanya
rombongan
Willem Janz menaiki Kapal Duyke dan berhasil memasuki tanah
Papua pada
tahun 1606. Willem Janz ingin mencari kebun tanaman rempahrempah.
Tahun 1616-1617
Le Maire dan William Schouten mengadakan
survei di
daerah pantai timur laut Irian dan menemukan Kepulauan Admiralty
bahkan sampai
ke New Ireland. Pada waktu itu orang-orang Belanda sangat
memerlukan
bantuan budak, maka banyak diambil dari orang-orang Irian.
Pengaruh VOC di
Irian semakin kuat. Bahkan pada tahun 1667, Pulaupulau
yang termasuk
wilayah Irian yang semula berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Tidore
sudah berpindah tangan menjadi daerah kekuasaan VOC.
Dengan
demikian, daerah pengaruh dan kekuasaan VOC sudah meluas
di seluruh
Nusantara. Penguasaan atas Papua/Irian oleh VOC ini terutama
terjadi setelah
melihat Inggris mulai menanamkan pengaruhnya di beberapa
tempat di
Indonesia, seperti penguasaan atas Bengkulu.
Memahami uraian
di atas, jelas bahwa VOC yang merupakan kongsi dagang
itu berangkat
dari usaha mencari untung kemudian dapat menanamkan
pengaruh serta
kekuasaannya di Nusantara. Fenomena ini juga terjadi pada
kongsi dagang
milik bangsa Eropa yang lain. Artinya, untuk memperkokoh
tindakan
monopoli dan memperbesar keuntungannya orang-orang Eropa itu
harus
memperbanyak daerah yang dikuasai (daerah koloninya). Tidak hanya
daerah yang
dikuasai secara ekonomi, kongsi dagang
itu juga ingin
mengendalikan
secara politik atau memerintah daerah tersebut. Bercokollah
kemudian
kekuatan kolonialisme dan imperialisme.
» Tahukah kamu apa yang dimaksud kolonialisme dan apa itu
imperialisme? Coba jelaskan! (Ingat kata kunci: kolonialisme
berasal dari kata colonia dan imperialisme berasal dari kata
imperate.
Dalam
praktiknya, antara kolonialisme dan imperialisme sulit untuk
dipisahkan.
Kolonialisme merupakan bentuk pengekalan imperialisme
(Taufik
Abdullah dan A.B. Lapian (ed), 2012). Muara kedua paham itu adalah
penjajahan dari
negara yang satu terhadap daerah atau bangsa yang lain.
Sistem inilah
yang umumnya diterapkan bangsa-bangsa Eropa yang datang
di Kepulauan
Nusantara, baik Portugis, Spanyol, Inggris maupun Belanda.
Sistem ekonomi
dan praktik penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Eropa
itu tidak
dilepaskan dari sistem ekonomi yang berkembang di Eropa yakni
sistem ekonomi
merkantilisme, sejak abad ke-16. Merkantilisme merupakan
sistem ekonomi
yang menekan peraturan dan praktik ekonomi pemerintahan
suatu negara
dengan tujuan memperluas kekuasaan dengan mengorbankan
kekuatan
nasional negara saingannya. Merkantilisme ini diarahkan untuk
menambah
cadangan moneter dengan melakukan ekspansi ke negara lain.
Paham inilah
yang mendorong terjadinya kolonialisme. Oleh karena itu, ciri
yang menonjol
dalam sistem ekonomi merkantilisme yakni menciptakan
koloni di luar
negaranya sendiri dan melakukan monopoli perdagangan. Oleh
karena itu,
tidak mengherankan bahwa kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke
dunia Timur
telah melahirkan koloni-koloni di berbagai wilayah.
Semua itu dalam
rangka mencapai kejayaan bangsanya atas masyarakat atau
bangsa yang
lain. Pihak atau bangsa lain dipandang sebagai musuh dan
harus
disingkirkan. Sifat keangkuhan dan keserakahan ini telah menghiasi
perilaku kaum
penjajah. Inilah sifat-sifat yang sangat dibenci dan tidak
diridhoi oleh
Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian halnya
dengan VOC, tidak sekedar menjadi sebuah kongsi dagang
yang berusaha
untuk mencari untung saja, tetapi juga ingin menanamkan
kekuasaannya di
Nusantara. VOC dengan hak-hak dan kewenangan yang
diberikan
pemerintah dan parlemen Belanda telah melakukan penjajahan
dan penguatan
akar kolonialisme dan imperialisme. VOC telah melakukan
praktik
penjajahan di Nusantara. Melalui cara-cara pemaksaan monopoli
perdagangan,
politik memecah belah serta tipu muslihat yang sering disertai
tindak
peperangan dan kekerasan, semakin memperluas daerah kekuasaan
dan memperkokoh
“kemaharajaan” VOC. Sekali lagi tindak keserakahan
dan kekerasan
yang dilakukan oleh VOC itu menunjukkan mereka tidak mau
bersyukur atas
karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu,
wajar kalau
timbul perlawanan dari berbagai daerah di Nusantara, misalnya
dari Aceh,
Banten, Demak, Mataram, Banjar, Makassar, dan Maluku.
Mksh telah membantu pengetahuan saya tentang sejarah, dan saya sangatt puas mksh!
ReplyDelete